Jakarta -Startup telah menjamur ke berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia. Bisnis aplikasi berbasis online ini mulai digandrungi masyarakat, misalnya saja Go-Jek, Grab, Uber, Mataharimall, Bukalapak, dan sebagainya. Dengan sekali klik, kita bisa dimanjakan dengan berbagai layanan yang disediakan seperti memesan makanan, transportasi, belanjan online, dan lain-lain.
Bahkan, nilai sebuah startup bisa mencapai miliaran bahkan triliun rupiah, padahal startup tersebut belum membukukan laba. Atas dasar inilah, startupdidorong untuk bisa melebarkan bisnisnya dengan melantai di bursa saham melalui Initial Public Offering (IPO) atau Penawaran Umum Saham Perdana.
Sebut saja Facebook, Google, Alibaba, dan saham Nintendo (Pokemon Go)yang sudah lebih dulu sukses melantai di bursa saham.
Bagaimana menghitung sebuah startup hingga bernilai fantastis?
Direktur Utama Lautandhana Sekuritas Wientoro Prasetyo mencoba memberi pandangan. Menurutnya, banyak sekali startup yang berpotensi bisa sukses di kemudian hari seperti Twitter dan Google.
Sebagai contoh Go-Jek. Layanan transportasi berbasis aplikasi online ini sudah sangat mewabah dimasyarakat. Tidak sedikit orang menggunakan jasa layanan Go-Jek sebagai alat mempermudah memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Tak heran, nilai perusahaan Go-Jek ditaksir hingga triliunan rupiah.
Terlebih, pengguna Go-Jek sudah menembus jutaan orang.
"Kayak Go-Jek itu kan basis on the user, main di-content, create pemakai, berapa jumlah pengguna, bisa dilihat dari situ," terang dia kepada detikFinance, Selasa (9/8/2016).
Wientoro menjelaskan, bisnis startup tidak bisa dinilai dalam jangka pendek. Proyeksi jangka panjang dijadikan ukuran sukses tidaknya sebuah bisnis startup.
Untuk menghitung nilai sebuah startup, biasanya ditaksir berdasarkan potential future income. Artinya, perusahaan tersebut bisa ditaksir nilainya dengan menggunakan barometer kondisi perusahaan saat ini.
Misalnya Go-Jek, saat ini telah dipakai dan diunduh jutaan pengguna dan setiap orang mengakses aplikasi Go-Jek setiap hari. Itu saat ini. Dalam 5 hingga 10 tahun ke depan, Go-Jek diproyeksi akan mampu menjaring lebih banyak pengguna sehingga potensi untung pun sangat memungkinkan. Orang akan mulai bergantung menggunakan aplikasi online. Belum lagi, dengan potensi tersebut, banyak investor yang mau menanamkan modalnya di perusahaan bersangkutan.
Dalam analisanya, potensi untung di kemudian hari sangat besar. Memang, tidak ada hitungan pasti keuntungan yang didapat di kemudian hari, tapi paling tidak, analisa bisa dijadikan ukuran menghitung potensi keuntungan sebuah startup.
"Sekarang memang masih rugi, tapi semua startup nggak bisa dilihat sekarang, jadi lihat future value, ke jangka waktu panjang. Go-Jek mulai kelihatan, profit belum tapi user sudah banyak, subscriber, ada yang injek ratusan juta dolar, dia tahu apa yang diinginkan market. Aplikasi game Pokemon contohnya, itu sudah menghasilkan billion dolar," papar dia.
Hal senada juga diungkapkan Kepala Riset Universal Broker Indonesia Satrio Utomo. Menurutnya, menilai sebuah startup tidak melulu soal untung-rugi.
Startup memang harus ditaksir dalam jangka panjang.
"Kayak Go-Jek, Tokopedia, itu kan dulu orang nggak melihat, sekarang sudah mulai kelihatan," ucap dia.
Berbicara prospek, kata Satrio, sebuah startup yang memiliki potensi akan menarik banyak investor untuk mau menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.
"Misalkan ada startup bagus ternyata Microsoft tertarik beli, itu nilainya berapa, kalau diakuisisi untungnya besar. Kayak Tokobagus dibeli OLX, banyak hal yang memungkinkan startup bisa jadi besar," katanya.
Untuk itu, lanjut Satrio, startup perlu didorong agar bisa terus berkembang. Tidak mustahil, startup di Indonesia bisa menyamai Twitter dan Google yang sudah lebih dulu melejit lewat menjual saham di bursa efek.
"Startup harus didukung, dia butuh Dana Pihak Ketiga (DPK), butuh investasi tambahan, jadi BEI perlu mencari cara agar startup bisa masuk bursa," tandasnya.
No comments:
Post a Comment